Pengikut

Tamu-tamu Spesial di Final Piala Dunia 2010

VIVAnews - Dari Morgan Freeman hingga Kofi Annan, mereka akan menjadi tamu VIP pada partai puncak Piala Dunia 2010 di Stadion Soccer City, Johannesburg, dini hari nanti. FIFA merilis daftar tamu sangat penting (VVIP) yang akan menghadiri pertandingan final, Senin 12 Juli 2010 dinihari WIB. Hingga Sabtu petang waktu setempat, inilah nama-nama yang sudah dikonfirmasi kehadirannya seperti dirilis Goal:

1. Jacques Rogge, Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC)

2. Sam Ramsamy, anggota IOC wakil Afrika Selatan

3. Gideon Sam, Presiden Konfederasi Olahraga Afrika Selatan dan panitia Olimpiade

4. Fabio Cannavaro, kapten Italia juara Piala Dunia 2006

5. Marcel Desailly, anggota tim Prancis juara Piala Dunia 1998

6. Lothar Matthäus, kapten Jerman juara Piala Dunia 1990

7. George Weah, legenda Afrika asal Liberia dan Pemain Terbaik Dunia FIFA 1995

8. Roger Milla, memperkuat Kamerun dalam tiga edisi Piala Dunia

9. Lucas Radebe, kapten Bafana Bafana di Piala Dunia 1998 dan 2002

10. Placido Domingo, penyanyi tenor papan atas asal Spanyol

11. Rafael Nadal, petenis nomor satu ATP dan pemenang Grand Slam delapan kali dari Spanyol

12. Shakira, penyanyi lagu resmi Piala Dunia 2010

13. Morgan Freeman, aktor pemenang Oscar

14. Naomi Campbell, model papan atas dunia

Tokoh Pemerintahan:

· Jacob Zuma, Presiden Afrika Selatan

· Kgalema Motlanthe, Wakil Presiden Afrika Selatan

· Seretse Khama Ian Khama, Presiden Botswana

· Blaise Compaore, Presiden Burkina Faso

· Pierre Nkurunziza, Presiden Burundi

· Ahmed Abdallah Sambi, Presiden Perserikatan Komoro

· Ismail Omar Guelleh, Presiden Djibouti

· John Atta Mills, Presiden Ghana

· Malam Bacai Sanha, Presiden Guinea

· Mwai Kibaki, Presiden Kenya

· Pakalitha Mosisili, Presiden Lesotho

· Bingu wa Mutharika, Presiden Malawi

· Armando Guebuza, Presiden Mozambik

· King Mswati III dari Swaziland

· Rupiah Banda, Presiden Zambia

· Robert Mugabe, Presiden Zimbabwe

· Thabo Mbeki, mantan Presiden Afrika Selatan

· Frederik Willem De Klerk, mantan Presiden Afrika Selatan

· Phumzile Mlambo Ngcuka, mantan Wakil Presiden Afrika Selatan

· Desmond Tutu, uskup agung dan peraih Nobel Perdamaian Laureate

· Kofi Annan, mantan Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa

· Queen Sofia dari Spanyol

· Felipe, Pangeran Asturias dan Putri Letizia

· Willem-Alexander, Pangeran Belanda dan Putri Máxima

· Jan Peter Balkenende, Perdana Menteri Belanda

· Prince Albert II dari Monaco dan Charlene Wittstock

· Hamad bin Khalifa Al-Thani, Pangeran Qatar Sheikh

· Ronald K Noble, Sekretaris Jenderal Interpol

FIFA:

· Joseph S Blatter, Presiden FIFA

· Julio H Grondona, Wakil Presiden Senior FIFA

· Wakil presiden FIFA

· Issa Hayatou, ketua panitia penyelenggara Piala Dunia FIFA

· Jack A. Warner

· Mong Joon Chung

· Angel Maria Villar Llona, presiden Asosiasi Sepakbola Spanyol (RFEF)

· Michel Platini, Presiden UEFA

· Reynald Temarii

· Geoff Thompson

· Franz Beckenbauer, anggota komite eksekutif FIFA, pemenang Piala Dunia 1974 (sebagai pemain) dan pada 1990 (sebagai pelatih)

· Ricardo Terra Teixeira, anggota eksekutif FIFA, Presiden Federasi Sepajbola Brasil (CBF) dan ketua panitia penyelenggara Piala Dunia 2014

· Jérôme Valcke, Sekretaris Jenderal FIFA

· Michael van Praag, Presiden Asosiasi Sepakbola Belanda (KNVB)

· Irvin Khoza, ketua panitia penyelenggara Piala Dunia 2010 Afrika Selatan

· Danny Jordaan, kepala eksekutif panitia penyelenggara Piala Dunia 2010 Afrika Selatan

Fakta Menarik Belanda Vs Spanyol

VIVAnews - Sebelum menyaksikan final Piala Dunia antara Belanda vs Spanyol di Stadion Soccer City, Johannesburg, dini hari nanti, ada beberapa fakta menarik yang patut disimak dari kedua negara finalis. Berikut data dan fakta menarik itu sesuai dilansir Goal:

1. Untuk pertama kalinya setelah 32 tahun, final Piala Dunia mementaskan dua tim yang belum pernah menjadi juara. Uniknya, hal itu terakhir terjadi saat Belanda masuk final 1978 menghadapi tuan rumah Argentina.

2. Keberhasilan Spanyol dan Belanda masuk final, membuat total ada 12 negara yang pernah berlaga di pertandingan final Piala Dunia.

3. Spanyol bisa menjadi negara pertama yang menjadi kampiun Piala Dunia yang kalah di pertandingan perdana.

4. Belanda berpeluang menyamai rekor Brasil di Piala Dunia 1970 dan 2002 yang selalu memetik kemenangan dalam semua pertandingan.

5. Belanda membuat rekor dengan mencetak 14 kemenangan, mulai dari babak kualifikasi, penyisihan grup sampai dengan semifinal. Ini merupakan rekor terbaru dan bisa menjadi 15 kalau mereka berhasil menang di partai final.

6. Untuk pertama kali setelah 28 tahun, tim juara Eropa (Spanyol) melaju ke partai final Piala Dunia. Prestasi terakhir diukir Jerman Barat yang menjuarai Piala Eropa 1972 dan kemudian masuk final dan memuncaki Piala Dunia 1974.

"Vuvuzela" Mulai Dilarang

Raungan trompet tradisional Afrika Selatan (Afsel), vuvuzela, memang memekakkan telinga. Apalagi, orang Afsel dan pendatang sering meniupnya meski tak ada pertandingan. Mereka juga tak peduli berada di mana, yang penting puas meniup vuvuzela. Terkadang, ada yang sengaja ingin bikin orang kaget. Ketika orang sedang berjalan, tiba-tiba ada suara vuvuzela dengan sangat kerasnya. Selama Piala Dunia 2010, orang jadi biasa membawa vuvuzela, seperti senjata yang harus dikalungkan di pundaknya. Bahkan, saat libur pertandingan pun masih saja banyak orang yang membawa vuvuzela ke mana dia pergi. Di supermarket-supermarket juga terlihat beberapa orang membawa vuvuzela, meski sedang berbelanja. Mereka juga sering membunyikannya. Ini jelas sering membuat banyak orang kaget atau terganggu. Rupanya, karena itu, vuvuzela mulai dilarang di beberapa mal. Di Menlyn, Pretoria, awalnya petugas rajin memperingatkan orang yang meniup vuvuzela. Namun, kini sepertinya bosan sendiri. Di Nelson Mandela Square, Sandton, Johannesburg, pihak pengelola punya cara sendiri. Belum lama ini mereka memasang larangan meniup vuvuzela di setiap jalan strategis. Rupanya, beberapa orang yang membaca larangan itu bisa memakluminya. Sebelumnya, orang dengan mudahnya meniup vuvuzela di mal besar itu. Apalagi, mal tersebut menjadi tempat kunjungan para suporter karena besar dan lengkap. Selain itu, Nelson Mandela Square juga memiliki halaman yang bisa dipakai bercengkerama para suporter. Larangan serupa tampaknya bakal menyusul di beberapa mal. Jika tadinya petugas yang menegur, mungkin akan segera muncul tulisan-tulisan yang melarang meniup vuvuzela di tempat-tempat tertentu.

Sumber: Kompas.com

Luka "Sepakbolanologis Frankofon-Anglofon"

Selain kehebatan dan kelihaian tim soccer dunia ini berlaga, semestinya di hati kecil skuad Belanda, Prancis, Inggris, Portugis, Jerman, dan Spanyol juga masih tersisa ”rasa bersalah” terhadap ”luka sejarah” soal perdagangan budak berkulit hitam, sebagai komoditas yang dijual-belikan sampai jauh ke Benua Amerika, untuk menjadi budak belian dan pekerja paksa sampai mati di perkebunan tembakau, kapas, dan perkebunan. Sisa keenam tim dunia itu pasti sudah tahu dan sudah menyiapkan alasan dan jawaban defensif kalau ada yang tanya soal nenek moyangnya yang saudagar budak belian asal Afrika. Memang sejak Benua Afrika ”terbuka” bagi uitlanders atau pendatang luar sekitaran abad ke-15, sejak saat itu orang putih mulai masuk bergerombol, mencari komoditas dan barang-barang aneh, juga persiapan untuk menjadikan koloni negaranya. Tahun 1884-1885 terjadilah Konferensi Berlin khusus antarnegara Eropa. Tanah adat dan lahan Afrika yang sudah diduduki negara luar itu dibagi-bagi rata sesuai dengan ukuran skala peta yang disepakati bersama. Afrika pun menjadi negara dalam peta yang dipotong-potong macam kue tarcis. Inggris dan Perancis mendapat jatah paling banyak, akibatnya kini tersisalah banyak negara Afrika yang Frankofon—berdialek bahasa campuran Perancis lokal, serta negara berbahasa Anglofon yang campuran dialek muatan Inggris dan lokal. Termasuk bahasa Afrikaan yang gado-gado bahasa Belanda dan dialek lokal di Afsel. Luka sejarah itu yang mungkin sudah pulih dan sembuh, kini tataplah baik-baik perjalanannya ”luka lama” Frankofon Anglofon dengan kacamata positif sepak bola. Berbagai literatur sepakat menyebut kini ada sekitar 1.000-an lelaki jago sepak bola di dunia yang bumi ini, berasal dari Afrika atau paling tidak tersisa ”darah” Afrika-nya. Di antara 32 tim yang bagus-bagus di Afsel, hitung saja berapa banyak atlet bola berkulit hitam dan setengah hitam coklat kelabu.

Masih kurang percaya, tanyakan saja kepada PSSI yang kumpulan pakar sepak bola dan calon gagal tuan rumahnya Piala Dunia 2022. Berapa banyak pemain transferan profesional dari Nigeria, Kamerun, Aljazair, Pantai Gading, dan Afrika Selatan yang istilah bekennya pers olahraga itu ”merumput” di Liga Super dan liga laga-laga lainnya. Malah tayangan TV Indonesia soal laga super tim Indonesia, kalau tidak ada pemain hitamnya, pertandingan kurang seru dan kurang menggigit karena atlet asing gelap-gelap itu suka menggigit lawannya terang-terangan. Di tingkat kelas dunia, paling tidak di Afsel nanti akan berlaga nomine juara dunia Brasil, kebetulan berbahasa gado-gado slang Portugis campuran lokal. Tim Brasil itu kebanyakan atletnya berkulit sawo kematangan, hitam berkilap, dan hitam terang-terangan. Mereka ini, apa pun ceritanya, merupakan keturunan leluhurnya yang dibawa Portugis untuk menjadi buruh kebun dan pekerja keras di pinggiran Amazone. Jadi, secara ”sepakbolanologis”, manusia berkulit gelap Brasil itu memang berleluhur Afrika meski tidak jelas asal-usul negara aslinya di Afrika Barat. Badan dengan DNA Afrika yang rambut keriwil mentok dan kulit gelap banget rupanya indikator talenta bersepak bola jagoan.

Bukan di zamannya Didier Droga atau Samuel Eto’o yang ngetop sekarang, tahun 1934 ya 76 tahun lampau, hadir Leonidas da Silva sebagai pelopor pesepak bola hitam pertama Brasil yang main di Piala Dunia Italia 1934. Padahal, sebelumnya Brasil mengirimkan pesepak bolanya, Arthur Friedenreich, yang campuran hitam-Jerman, tahun 1921 sudah tampil di Copa Amerika, tetapi blasteran item-putih ini dilarang main. Tampilnya Leonidas justru mengeraskan niatan pemuda bernama Edson Arantes do Nascimento alias Pele yang masih berumur 17 tahun. Remaja berkulit ”mutiara hitam” itu bersamba ria ngelecein pemain Swedia di final Stockholm 29 Juni 1958. Brasil juara dan Pele menerima gelar ”man of the tournament”, saat itu Brasil juga menyertakan pemain berkulit campuran, misalnya Didi dan Vava, lalu menyusul ”si kaki karet” Garincha bersama Pele dan Vava-Didi membuat Brasil jadi juara dunia kedua kali pada Piala Dunia 1962 di Santiago, Cile. Kehadiran jagoan bola berkulit gelap secara terang-terangan ini membuka mata hati atlet berkulit hitam dan gelap lainnya, khususnya yang asal Afrika. Makanya, sisa-sisa pertandingan jago-jago bola internasional itu makin menarik dan kian memikat karena mengandung catatan sejarah perihal kehidupan manusia di dunia, sebelum adanya sepak bola Piala Dunia yang menyertakan wakil negara yang patut bermain indah, sportif, fair play, dan tidak koruptif. Wah, berat buat Indonesia yang tidak terkait sejarah ”sepakbolanologis”, ya logis. (RUDY BADIL Wartawan Senior)

Sumber: Kompas